Oleh : Kang Dirman
Jargon berpihak pada Rakyat kini telah menjadi komoditas politik. Siapa pun yang menjadi penguasa akan rnengklaim kekebijakan yang diambil akan Selalu berpihak pada rakyat. Masalahnya adalah, rakyat mana yang menjadi keberpihakan dalam orientasi kebijakan pemerintahannya? Apakah yang dinamakan rakyat itu tercermin dari kekuatan politik di legislatif? Ataukah yang dimaksud dengan rakyat adalah mereka yang memilih Si pemimpmn yang tergambar dari kendaraan politiknya? Ketika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi adalah “ya”, betapa ruginya bangsa ini rnemiliki pemimpin seperti itu.
Baik hanya tersirat atau pun bahkan tersurat jawaban “ya” atas pertanyaan-pertanyaan tadi menggambarkan kekerdilan jiwa seorang pemimpin. Ketika yang dinamakan “rakyat” dimaknai sebagai kekuatan politik yang targambar dalam legislatif, maka kebijakan pembangunan berikut anggarannya hanya akan dinikmati oleh kelompok elit para politisi daerah. Demikian juga ketika kekerdilan jiwa pemimpin tergambar dalam pemaknaan rakyat adalah para konsituennya. Kesejahteraan sebagai tujuan dan dilaksanakannya pembangunan hanya akan dinikmati elit partai dan antek-anteknya.
Karena itu, tidak bisa tidak, pemaknaan rakyat haruslah berdasarkan maping profesi mereka. Parameter utama kesejahteraan adaIah pendapatan perkapita. Profesi sebagian basar rakyat dalam suatu wilayah sangat gamblang mencerminkan bagaimana tingkat kesejahteraan itu. Kabupaten Sukebumi, misalnya. Ketika dalam maping terlihat 80 persen penduduk adalah petani, maka kelompok petenilah yang berdasarkan teori demokrasi menjadi pihak yang berhak mengatasnamakan rakyat. Ketika kepala daerah Iebih memilih mengembangken lahan perkebunan daripada lahan pertanian rakyat maka orientasi kebijakan pertanahan yang berpihak pada rakyat menjadi sebuah omong kosong. Kepala daerah semacam itu jelas memiliki keberpihakan kepada kaum kapitalis karena faktanya adalah perkebunan dimiliki oleh kaum pemodal.




0 Responses to BERPIHAK PADA RAKYAT