Oleh: Kang Dirman (Tokoh Sukabumi)
Upaya untuk mencerdaskan bangsa jelas bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah. Undang-undang yang menjadi payung hukum penyelenggaraan pendidikan sangat gamblang memberi ruang gerak bagi kontribusi masyarakat terhadap proses kegiatan belajar mengajar khususnya bagi sekolah formal.
Sayangnya, ruang gerak partisipasi masyarakat yang diberikan oleh undang-undang dalam penyelenggaraan proses pendidikan sering menjadi alat legimitasi bagi terjadinya komersialisasi dunia pendidikan. Dengan dalih partisipasi orang tua warga belajar, berbagai pungutan di dunia pendidikan seakan menjadi sebuah kelaziman yang dianggap halal.
Lihat saja contoh berbagai pungutan saat penerimaan siswa baru di tingkat SMP den SMA. Meski sarana fisik berupa ruang kelas dan mebelair teleh disediakan pemerintah, berbagai pungutan untuk POS ini masih saja menjadi pemandangan umum khususnya untuk tingkat SMP dan SMA. Alasan untuk uang pembangunan gedung bagi sekolah negeri sungguh menjadi alasan yang amat tidak rasional.
Dagi sekolah-sekolah swasta, tentu ini bukan persoalan yang harus menjadi sorotan publik. Tetapi, untuk SMP dan SMA negeri, sungguh menjadi sebuah ironi. Sekolah negeri yang pada hakekatnya adalah kepanjangan tangan negara dalam program mencerdaskan bangsa, telah ditunggangi oleh suatu kepentingan yang bernama komersialisasi.
Memang, sarana untuk meningkatkan kualiltas sekolah adalah sesuatu yang amat mahal. Apalagi jika standar penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar menggunakan stander nasional atau internasional. Tetapi, sungguh sangat tidak fair ketika penyediaan sarana untuk mengejar standar nasional dan internasional dibebankan kepada orang tua murid yang menyekolahkan anaknya di sekolah itu.
Yang menyedihkan adalah ketika sekolah-sekolah negeri berlomba untuk mengejar label standar nasional dan internasional. Penyediaan sarana untuk mengejar standar ini selalu berujung pada beban lebih besar yang harus ditanggung orang tua. Dalam kondisi anggaran negara yang amat terbatas, label sekolah berstandar nasional dan internasional jelas bermuara pada eksploitasi terhadap orang tua. Dengan kata lain, label berstander nasional dan internasional adalah legimitasi untuk menjadikan sekolah negeri sebagai industri kapitalis.




0 Responses to Pendidikan Untuk Siapa?